Pemboikotan Sri Mulyani di DPR Tidak Elegan



JAKARTA - Wacana pemboikotan Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam tiap sidang yang digelar DPR, merupakan suatu perbuatan yang tidak elegan dan pembelajaran politik yang negatif kepada masyarakat.
“Semua pihak, baik itu DPR dan pemerintah harus saling menghargai. Dan memberikan pelajaran politik yang elegan kepada masyarakat,” ujar Suhendra Ratu Prawiranegara, pengamat & pendiri HIJ'D Insitute saat dihubungi wartawan, Minggu (14/3/2010).

Suhendra menambahkan bahwa ada kepentingan terselubung di balik desakan pemboikotan dan pencopotan Sri Mulyani. “Bisa saja kader partai tersebut yang mau menggantikannya,” sambungnya.

Menurutnya, negara dibangun berlandaskan konstitusi hukum dan Sri Mulyani bekerja berdasarkan UU Kementerian Negara Nomor 39 tahun 2008 & UU Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Sementara DPR juga bekerja dilandaskan pada UU.

“Menurut hemat saya, toh juga Sri Mulyani secara hukum belum dinyatakan bersalah dalam kasus Century, jadi biarkan proses hukum berjalan,” tandas dia.

Seyogyanya, kata Suhendra, tugas masing-masing pihak dijalankan sesuai tanggung jawabnya, tidak pada berdasar suka atau tidak suka dan saling menjatuhkan.

“Akhirnya masyarakat juga yang menanggung akibatnya. Artinya, memang secara proses politik betul legitimasi Sri Mulyani diragukan pascaputusan Paripurna DPR. Tapi itu kan baru awal dari keputusan politik di DPR. Semua muaranya pada proses hukum,” tuturnya.

Lebih lanjut dia menuturkan, negara berlandaskan pada hukum bukan berlandaskan politik atau agama. Negara menjamin setiap warga negaranya dalam hukum.

“Ini pun berlaku buat Sri Mulyani,” tukasnya.
(lsi)
http://news.okezone.com/read/2010/03/14/339/312457/pemboikotan-sri-mulyani-di-dpr-tidak-elegan

0 komentar:

Posting Komentar